1 mangkuk penuh mie ayam dengan potongan daging ayam kampung yang lembut dan segelas teh hangat sudah masuk ke perut kami begitu cepatnya, karena memang kami juga belum makan malam. Cukup dengan membayar Rp. 8.000,00 untuk satu mangkuk mie ayam, rasa lapar kami sudah terbayarkan.
Rupanya sudah jam 22:15 ketika kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan kembali, yaitu menuju rumah bro Iwan yang terletak di Kampung Margasari Desa Sindang Rasa Ciamis, tidak begitu jauh dari tempat makan mie ayam. Di tengah perjalanan kami berpisah dengan bro Roni karena dia bermaksud pulang ke rumahnya di daerah Tasikmalaya. 15 menit berlalu dan kamipun sudah sampai di rumah bro Iwan dengan selamat. Tidak ada kegiatan yang kami lakukan malam itu, hanya bersih-bersih dan full istirahat, mengingat tubuh kami sudah lelah dari perjalanan yang cukup menantang.
Tidak terasa ternyata sudah hari Jum'at tanggal 15 Mei 2010, berarti sudah 3 malam dan 2 hari kami melakukan perjalanan dari Jakarta, menyusuri hutan, gunung dan pesisir pantai. Dengan mata yang masih mengantuk dan tubuh yang pegal-pegal kami bangun pagi untuk menunaikan sholat subuh dan bersyukur atas nikmat yang telah diberikan. Usai menunaikan sholat subuh, beberapa orang dari kami ada yang kembali tidur, ada juga yang asyik bermain facebook untuk update status terakhir.
Pagi itu hari Sabtu tanggal 17 Mei 2010, di rumah bro Iwan Ciamis, kami bertemu dengan bro Yadi yang merupakan saudara bro Iwan, beliau ahli dalam hal mekanik, apalagi motor. Sekalian kami mengetes motor, terlebih bro Bruri dan bro Dede membetulkan komstir motornya. Tentunya kami juga tidak lupa mencuci tunggangan besi kami tersebut agar terlihat bersih kembali setelah beberapa hari bermandikan lumpur jalanan. Sementara itu bro Iwan dan bro Freddy mengecek kolam lele mereka yang ada di belakang rumah.
Ayam jago sudah tidak berkokok lagi dan matahari sudah cukup menyengat pada pagi hari itu, jam tangan menunjukkan pukul 10:15 ketika kami menarik gas motor menuju rumah bro Roni di Tasikmalaya. Kira-kira sekitar 15 menit kami tiba di rumah bro Roni, ternyata disana sudah disajikan hidangan sarapan dengan menu Nasi Liwet, tahu, tempe, ikan & ayam goreng, lalapan plus sambal ala Tasik. Makanan yang cukup menambah kalori untuk menjaga stamina selama melakukan perjalanan.
Waktu menunjukkan pukul 12:15 saat kami meninggalkan rumah bro Roni menuju tujuan selanjutnya yaitu Gunung Galunggung. Rute yang diambil adalah melalui Desa Mangkubumi – Cipasung Singaparna dengan jalanan yang berhotmix halus. Ditemani cuaca yang cukup cerah, kami melaju menuju Gunung Galunggung dengan semangat yang berkobar karena ingin menikmati dinginnya cuaca pegunungan dan hangatnya air panas setelah beberapa hari diterpa angin laut.
Mendekati Pesantren Cipasung Singaparna, kami berbelok ke arah kanan melalui jalan baru yang berhotmix halus dan cukup lebar, sehingga bisa dilalui dengan cukup nyaman dan leluasa. Tetapi cukup disayangkan, jalanan itu belum selesai 100% menuju objek wisata gunung Galunggung. Sekitar ± 3 KM menuju lokasi Gunung Galunggung, hotmix sudah tidak nampak lagi, yang ada hanyalah jalanan tanah yang bergelombang dan bebatuan dengan lubang disana-sini akibat dari aktivitas truk pengangkut pasir. Tetapi hal ini tidak mengganggu perjalanan kami karena jalanan masih bisa dilalui. Trek selanjutnya ketika akan mendekati objek wisata Gunung Galunggung sekitar ± 2 KM, kami harus mendaki dan menuruni jalanan perkampungan yang cukup kecil dengan lubang disana-sini, sehingga harus ekstra hati-hati.
Akhirnya setelah berkendara sekitar 45 menit, kami sampai di lokasi Objek Wisata Gunung Galunggung. Begitu tiba di depan Gerbang Pintu Masuk , langsung berinisiatif mengambil foto bersama petugas karcis walaupun agak sedikit arogan dengan memblokir jalan masuknya.. :). Tiket masuk yang berlaku adalah Rp. 4.200.00/orang.
Sekilas mengenai Gunung Galunggung:
"
Merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut, terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya. Terdapat beberapa daya tarik wisata yang ditawarkan antara lain obyek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih 120 hektar di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Obyek yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas". (sumber; wikipedia).
Ada dua pilihan objek Wisata setelah melalui Gerbang Pintu Masuk Gunung Galunggung, yaitu ke sebelah kiri ke arah kawah Gunung Galunggung dan sebelah kanan ke arah Cipanas. Tanpa pikir panjang, kami langsung memilih ke sebelah kiri. Tanjakan dengan kemiringan kira-kira 45 derajat kami lawan dengan deru mesin motor, sesekali berjalan zigzag untuk mengurangi beban tanjakan yang harus dilalui. Dari Pintu masuk ke kawah Gunung Galunggung kira-kira 2 KM dimana ukuran jalan cukup sempit, mungkin hanya cukup satu mobil saja, dengan kondisi jalan beraspal kasar dan tanjakan yang curam.
Sesampainya di Puncak kawah Gunung Galunggung, terlihat tempat parkir kendaraan yang cukup landai serta di di sebelah kiri terdapat anak tangga sebanyak 620 yang menjulang ke atas menuju bibir kawah, sedangkan di sebelah kanan berdiri beberapa kedai kopi yang menjajakan makanan dan minuman hangat, kamipun segera memarkirkan motor serta menitipkan barang-barang di sebuah kedai kopi yang sudah kami kenal. Cuaca kawah Gunung Galunggung sedang tidak bersahabat saat itu, kabut mulai turun disertai rintik hujan sehingga membuat udara terasa dingin.
Setelah usai menunaikan sholat dzhuhur, kami sepakat untuk mendaki ke bibir kawah Gunung Galunggung dengan melalui jalur yang berbeda dari biasanya, yaitu melalui jalur pendakian yang berupa lereng dengan jalan setapak yang berpasir, bukan melalui tangga seperti pada umumnya.
Meskipun disertai kabut tebal dan hujan yang cukup deras, kami terus mendaki lereng menuju puncak dengan tergopoh-gopoh karena pasirnya terus bergeser ketika kami injak. Akhirnya sampai juga di bibir kawah Gunung Galunggung, tapi sayang pemandangan tidak seindah yang kami bayangkan, saat itu kabut sangat tebal sehingga penglihatan kami hanya sebatas ± 3 m saja, akhirnya kami terus berjalan menuju kedai kopi yang terdapat di bibir kawah Gunung Galunggung. Rupanya di Bibir Kawah Gunung Galunggung ini terdapat beberapa kedai kopi, tapi mereka hanya buka pas siang saja, karena sulitnya supply air dan makanan yang harus dibawa dari bawah melalui tangga. Segelas kopi susu dan goreng tahu menjadi santapan yang paling hangat saat itu, dikala hujan dan kabut masih saja bermain di depan mata kami. Sayang di objek wisata Kawah Gunung Galunggung ini tidak ada makanan seperti di Puncak Bogor, yaitu Bakar Jagung, padahal nikmat sekali dikala cuaca dingin seraya menikmati makanan tersebut.
Setelah beberapa menit berlalu dan kopi sudah habis kami telan, kabut dan hujan mulai sirna sehingga pemandangan kawah Gunung Galunggung terlihat jelas. Dari bibir kawah yang membentuk tebing curam, terlihat cekungan membentuk danau yang cukup luas dengan berdiameter ± 2 KM, kita juga bisa melihat sebuah pulau kecil di tengah danau yang konon adalah kubah lava yang membatu sehingga membentuk bukit kecil, sungguh merupakan pemandangan indah yang kami lihat saat itu. Rupanya air danau kawah Gunung Galunggung sering surut karena dialirkan melalui terowongan bawah tanah yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan pengairan penduduk sekitarnya, sehingga apabila musim kemarau masyarakat Gunung Galunggung tidak takut kekurangan air. Selain sumber kehidupan masyarakat sekitarnya, danau Gunung Galunggung juga menyimpan spesies ikan yang beraneka ragam, yang sengaja dibiakkan oleh pemerintah, sehingga tidak heran jika ada beberapa tenda kecil yang berada di pinggir danau untuk pemancingan. “Disini ada ikan yang beratnya 1 ton lho mas” ungkap pemilik kedai kopi kepada kami, tapi kami hanya manggut-manggut saja antara percaya dan tidak.
Udara dingin dan indahnya pemandangan membuat kami lupa waktu, sehingga betah untuk tinggal lebih lama berada di bibir kawah Gunung Galunggung. Sekitar pukul 15:30 kami berjalan turun melalui tangga seraya menghitung anak tangga yang berjumlah 620.Untuk menghindari rasa lelah saat menuruni tangga, kami senantiasa bercanda dan tertawa dikala foto serta video shooting merekam.
Setelah puas merasakan indahnya pemandangan kawah Gunung Galunggung, kami beranjak turun ke Cipanas Gunung Galunggung dengan maksud merasakan hangatnya pijatan air panas yang mengandung belerang setelah beberapa hari merasakan pegal dan lelah. Cipanas Gunung Galunggung ini bersumber dari mata air Terjun Gunung Galunggung yang mengalir dari puncaknya, air dari hulu sungai sebenarnya dingin, tetapi selama dalam perjalanan bercampur dengan mata air yang berasal dari panas bumi yang mengalir ke sungai sehingga menjadi hangat.
Memasuki Cipanas Gunung Galunggung, ternyata kita diharuskan membayar retribusi parkir sebesar Rp. 1000,-/motor untuk waktu yang tak terhingga. Kami langsung menuju Rumah Makan Bamboo House (Teh Risma) yang khas dengan bangunannya yang tersusun dari bambu dan kayu yang cukup kokoh, sedangkan tempat duduknya berbentuk lesehan. Rumah Makan ini adalah tempat dimana kami pernah mampir sebelumnya, sehingga dengan segera kami menitipkan barang-barang dan bersiap-siap santap makan malam. Saat menunggu makan malam siap disajikan, kami ganti pakaian dan menuju tempat pemandian air panas. Meskipun saat itu hujan cukup deras namun keinginan kami lebih besar untuk merasakan kehangatan air panas.
Pemandian air panas (Cipanas) Gunung Galunggung cukup terkenal mengobati berbagai macam penyakit, sehingga banyak sekali orang berdatangan untuk merasakan hangatnya air yang mengandung belerang itu. Tempat tersebut dikelola oleh pemerintah setempat dan swasta, sehingga didirikanlah kolam renang air panas untuk umum di beberapa tempat tanpa harus bayar, juga disediakan kamar-kamar pemandian air panas yang dijamin lebih bersih airnya serta bisa kita atur suhunya, dengan hanya membayar Rp. 3.000,00/jam/orang.
Setelah menikmati hangatnya air panas di kamar pemandian dan menyantap makan malam, kami beristirahat seraya menonton rekaman video perjalanan kami sambil menunggu hujan reda. Maksud hati, kami berencana melanjutkan perjalanan menuju Garut malam itu, namun hujan masih saja turun cukup deras, sehingga kami memutuskan untuk menginap di RM Bamboo House tersebut.
Suasana malam itu cukup ramai oleh pada wisatawan lokal, mungkin karena saat itu malam minggu, suara jangkrik-pun kalah dengan alunan musik dangdut yang menggema dari warung di seberang kami, menyanyikan lagu-lagu lawas bang Rhoma Irama. Tapi karena udara dingin dan rasa lelah, kamipun tertidur pulas, untung saja kami telah mengatur jadwal ronda malam, sehingga merasa aman.
Tetesan embun memberi warna cerah pada dedaunan ketika angsa putih mencoba meminumnya dari pepohonan pagi itu, sedangkan kami baru saja memicingkan mata dan menyambut pagi dengan alunan musik RnB dari HP bro Freddy yang membuat semangat, rupanya sudah hari Minggu tanggal 17 Mei 2010. Setelah menikmati nasi goreng khas RM Bamboo House, kami berjalan menuju pemandian air panas yang berlokasi di perum perhutani, cukup membayar Rp. 10.000/orang, kita memperoleh fasilitas celana pinjaman bersih yang berwarna hijau :). juga kita bisa menikmati pemandian air panas langsung di sumbernya, yaitu di aliran sungai dengan beberapa pancuran air panas, apabila dirasa kurang panas disediakan juga beberapa kolam kecil yang menampung air panas untuk kita nikmati secara khusus.
Beberapa jam berlalu saat kami bermain-main di pemandian air panas, ternyata waktu menunjukkan pukul 10:15. Saatnya bagi kami bergegas kembali ke RM Bamboo House dan berbenah untuk melanjutkan perjalanan menuju Garut. Setelah membereskan administrasi makanan, minuman dan penginapan kami tidak lupa untuk berfoto bersama pemilik RM Bamboo House yaitu Teh Risma beserta keluarganya :).
Perjalanan dilanjutkan melalui rute Singaparna – Salawu – Garut, dengan maksud singgah dulu ke Sentra Kulit Garut. Walaupun jalanan cukup berkelok-kelok dengan beberapa tanjakan dan turunan tajam, tetapi cukup renggang dengan kendaraan, sehingga kami bisa menikmati segarnya udara pedesaan diatas jalanan hotmix yang halus.
Sekitar pukul 11:30 kami tiba di Sentra Kulit Garut, yaitu di daerah Sukarenggang – Garut. Disini terdapat toko-toko kulit yang menjajakan aksesoris yang berbahan dasar kulit, mulai dari jaket, sepatu, kaos tangan, topi, dll. Mungkin ini adalah surga bagi para penggemar aksesoris kulit, karena harganya cukup jauh dengan yang ada di pasaran. Sebagai contoh, kaos tangan motor yang biasa kita beli di Jakarta Rp. 160.000,00, di Garut bisa dibeli dengan harga Rp. 85.000,00 saja, itu juga belum ditawar. Tetapi kami tidak menemukan apa yang diinginkan sehingga kami pun segera beranjak untuk melanjutkan perjalanan.
Mendekati Cipanas Garut, kami beristirahat sebentar untuk menunaikan sholat Dzhuhur dan berteduh dari lebatnya hujan. Perjalanan baru dilanjutkan kembali sekitar pukul 15:30 ketika hujan telah berhenti. Saat melewati Cipanas garut mulai terlihat antrian panjang kendaraan, padahal hanya tinggal beberapa KM lagi menuju Nagreg, akhirnya kami mengambil keputusan untuk mengambil jalan pintas menuju Cijapati Garut yang nantinya tembus ke Majalaya – Cicalengka Bandung.
Kondisi jalanan Cijapati – Garut cukup kecil dengan aspal hotmix yang halus, sehingga kami merasa nyaman untuk melaluinya. Saat mendekati Majalaya, kami dihadapkan beberapa belokan, turunan dan tanjakan yang cukup ekstrim yang tidak memberi kami peluang untuk persiapan, disertai cuaca yang berkabut dan hujan, mau tidak mau kami harus berjalan lambat karena jarak pandang hanya sebatas ± 2 m, setiap saat kami dihantui perasaan was-was karena tiap belokan pasti ada jurang yang cukup dalam. Setelah sekitar 1 jam kami berjalan menembus dinginnya kabut Majalaya, ternyata kami dihadang banjir di daerah Cicalengka, akhirnya terpaksa mencari jalan memutar ke arah lainnya. Kondisi badan kami saat itu lelah sekali karena dinginnya udara pegunungan yang disertai hujan, sehingga ketika sampai di Jalan Raya Rancaekek Bandung, kami langsung menyantap Tongseng dan Sate Kambing untuk menghangatkan tubuh.
Setelah merasa lebih hangat dan perut kenyang, kami lanjutkan perjalanan melalui Bandung. Jalanan Sukarno Hatta yang saat itu berjalan merayap kami lahap lebih cepat dari biasanya, tentunya dengan tidak merugikan para pengguna motor lain, namun saat itu kami merasa lebih lincah dari perjalanan biasanya, katanya sih' itu efek dari tongseng :). Sekitar pukul 21:45 kami tiba di Cianjur, beristirahat dulu menghilangkan rasa kantuk di sebuah kedai kopi. Perjalanan baru dilanjutkan kembali sekitar pukul 22:30 menuju Puncak – Bogor – Parung – Ciledug. Saat perjalanan di Puncak, meskipun badan terasa lelah tetapi semangat masih membara apalagi di belakang kami ada beberapa motor yang mengikuti selama perjalanan, sehingga kami semakin semangat untuk memimpin di depan diterangi gemerlap lampu dari jaket bro Roni.
Jalanan Puncak – Parung – Ciputat, tidak terasa sudah kami lewati, akhirnya sekitar pukul 01:30, kami tiba di Inpres 19 Ciledug dengan aman dan tidak kurang apa-apa, tentunya itu semua berkat safety riding dan peraturan yang selalu kami patuhi selama di jalan.
Rupanya 4 hari 5 malam sudah kami melewati perjalanan ekspedisi Susur Pantai Jawa Barat, mulai dari daerah Cianjur – Garut – Cipatujah – Pangandaran – Tasikmalaya, kilometer menunjukkan 968 KM, memang tidak sampai 1000 KM karena terhadang oleh cuaca dan terhimpit waktu dimana hari Senin kami harus beraktifitas kembali seperti biasa, yaitu berhadapan dengan setumpuk kertas dan komputer di meja kerja. Sungguh sangat puas dan menyenangkan perjalanan yang telah kami lakukan bersama, semoga ada kesempatan untuk berkunjung kembali kesana, beserta rekan-rekan yang lebih banyak. Tentunya sesuai dengan motto bro Iwan “
Touring is Journey not Destination” (touring adalah perjalanan penuh pengalaman bukan mengenai tujuannya).
So keep on riding as long as you have a time.... :) Tamat.
Tulisan ini kami dedikasikan untuk Anggota BM2C dan para Bikers yang ingin mengunjungi lokasi wisata di daerah Jawa Barat, untuk lebih lengkapnya kami rilis dalam bentuk video :).Catatan Perjalanan :Rute Bagian Ke-2:Karangtawulan – Cijulang – Green Canyon – Batu Hiu – Pangandaran – Banjar – Ciamis – Tasikmalaya – Singaparna – Salawu – Garut – Cijapati – Majalaya – Cicalengka – Bandung – Cianjur – Puncak - Bogor – Parung – Ciputat – Ciledug-finish.
Tarif:Karang Tawulan : Rp. 2.200,00 / motor
Green Canyon : Rp. 10.000,00/orang │ Sewa Perahu : Rp. 75.000,00/perahu/5 orang │ Body Rafting : Rp. 250.000,00/orang minimal 5 orang.
Batu Hiu : Rp. 0
Pangandaran : Rp. 0
Mie Ayam Popo : Rp. 8.000,00
Gunung Galunggung : Rp. 4.200,00/orang │Parkir Cipanas Galunggung Rp. 1.000,00/motor │Kamar Pemandian Air Panas Rp. 3.000,00/jam/orang │Pemandian Air Panas Therapy Perhutani Rp. 10.000,00/orang